Dalam pembahasan yang pernah dipaparkan sebelumnya mengenai istilah Marketing Mix dari Philip Kotler yang dikenal dengan istilah 4P (Product/Produk, Price/Harga, Place/Tempat, Promotion / Promosi) kita sudah membahas P yang pertama yaitu Produk. Dalam pembahasan kali ini, kita akan membahas P yang keuda, yaitu Price (Harga). Dalam Hukum Ekonomi kita sering mendengar “Mengeluarkan Modal Sekecil-kecilnya untuk mendapatkan Laba / keuntungan sebesar-besarnya”. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Hukum Ekonomi ini, selama kita bisa membuat konsumen atau pembeli puas. Namun lagi-lagi jika kita ingin menjunjung tinggi Konsep berbisnis secara Islami, maka Hukum Halal menjadi syarat mutlak.
Lantas bagaimana jika ada yang ada yang mengajukan pertanyaan “Apakah Ajaran Islam Membolehkan Mencari Untung Sebesar-Besarnya ?” Maka kita harus berhati-hati dalam menjawabnya karena syarat Halal tersebut cukup banyak, termasuk yang berkaitan dengan Penetapan Harga. Dalam ajaran Islam, tentu saja berdagang itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan menjemput rejeki dengan berdagang karena Nabi Muhammad SAW pun merupakan seorang pedagang. Pada hakekatnya, tujuan seorang pedagang adalah untuk mencari keuntungan, akan tetapi yang harus diingat adalah tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan secara berlebih-lebihan (Ghazali, 1983: 308). Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan keuntungan besar, salah satunya adalah dari jumlah item yang terjual, yang artinya jika harga yang dipatok dianggap wajar dan lebih murah dibandingkan kompetitornya, maka pedagang tersebut pasti akan unggul dalam kuantitas. Dari hal tersebut bisa dikatakan bahwa keberkahan rezeki seorang pedagang salah satunya adalah mendapat banyak keuntungan dari banyaknya jumlah barang yang terjual (Ghazali, 1983: 309).
Perihal rezeki yang didapatkan oleh penjual memang terkadang tidak terduga. Dalam salah satu riwayat Bukhari dan Abu Daud pernah dijelaskan mengenai seseorang bernama Urwah radhiyallahu ‘anhu yang pernah diberikan 1 dinar untuk membeli seekor kambing namun dia beruntung karena mendapatkan 2 kambing. Setelah itu, salah satu kambingnya dijual lagi dengan harga satu dinar sehingga ketika pulang dia membawa 1 dinar sekaligus memiliki seekor kambing. Ketika mengetahui hal tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuknya, yang artinya hal tersebut diperbolehkan selama tidak melanggar aturan syariah.
Selain itu, Rasulullah SAW juga mengharamkan apa yang disebut dengan najasy (false demand). Contoh kasus untuk hal ini adalah si penjual dengan salah satu orang yang sebelumnya sudah dikondisikan untuk berpura-pura memuji barang yang akan dibeli supaya terkesan harganya tinggi. Hal ini bertujuan supaya calon pembeli lain percaya bahwa barang tersebut memang bagus dan layak dihargai tinggi. Hal ini tentu tidak diperbolehkan oleh Islam karena sudah terjadi permintaan palsu atau false demand.
Dalam proses penentuan harga, Islam juga memandang bahwa harga haruslah disesuaikan dengan kondisi barang yang dijual. Dalam salah satu Hadist Muslim dikisahkan bahwa ada pedagang yang menjual barang berkualitas yang tercampur dengan barang rusak namun barang yang rusak tersebut disembunyikan agar mendapatkan keutungan yang besar dari penetapan harga yang tinggi. Setekah melihat hal tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk memperlihatkan dengan jelas seluruh barang yang dijual supaya keadaan yang sebenarnya diketahui oleh pembeli. Jika dilihat dari kisah ini sebenarnya kita sebagai penjual boleh saja menjual barang yang bagus dengan harga tinggi jika memang tidak ada cacat. Begitu juga barang yang tidak sempurna haruslah diketahui oleh calon pembeli dan penjual harus menetapkan harga yang lebih murah sesuai dengan keadaannya, terkecuali pembeli ridho untuk membelinya dengan harga tinggi.