Sejarah hari buruh atau parade dan demonstrasi May Day modern terjadi pada hari pertama bulan Mei para pekerja mengadakan aksi demonstrasi. Para aktivis gerakan buruh di Amerika Serikat gugur dalam peristiwa kerusuhan Haymarket di Chicago, Illonois. Para pekerja di Belanda, Inggris, Italia, Perancis, Rusia, Spanyol ikut mogok. Pada 1889 sebuah rapat kongres partai-partai sosialis dunia di Paris menyatakan 1 Mei 1890 akan menjadi hari Demokrasi Internasional untuk mendukung hari kerja delapan jam.
Sejak saat itu, 1 Mei menjadi peristiwa tahunan bagi para pekerja untuk menuntut kondisi kerja yang lebih baik. Di Indonesia pada tahun 2013, Presiden SBY menetapkan hari Buruh sebagai hari libur nasional. Pada tanggal 1 Mei 2014, merupakan sejarah dimana Hari Buruh kembali diperingati di Indonesia sejak tahun 1966. Secara definisi, ”buruh” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja”. Sedangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pada era yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan robotisasi dan digitalisasi, muncul penemuan baru seperti mobil tanpa pengemudi, robot pintar, hingga artificial intellegent. Era RI 4.0 dan selanjutnya menyebabkan 75% pekerjaan melibatkan kemampuan sains, teknologi, teknik dan matematika, internet of things, pembelajaran sepanjang hayat (Zimmerman, 2018). Maka disrupsi pun akan terjadi di berbagai lini dan membawa pengaruh sangat besar, salah satunya di dunia perusahaan dan ketenagakerjaan.
Terdapat tantangan nyata dari era industri 4.0 saat ini adalah terkait perubahan keterampilan, perubahan jenis pekerjaan dan perubahan pola hidup masyarakat. Maka perubahan tersebut menuntut peran pemerintah dan dunia industri harus bekerja sama dalam mengantisipasi menghadapi tantangan-tantangan ini: Pertama, tantangan terkait keterampilan (skill) SDM misalnya, pekerjaan yang berubah menuntut keterampilan yang berubah pula.
Kedua, tantangan transformasi pekerjaan (job transformation) akibat dari perkembangan teknologi, bekerja tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Pola bekerja saat ini juga sudah bisa dilakukan di mana saja, akibat dari perkembangan teknologi part time job 4.0 juga memungkinkan dilakukan. Part time job 4.0 adalah kondisi kerja dengan satu orang memungkinkan memiliki lebih dari satu mata pencaharian.
Misalnya, seorang karyawan kantor bisa bekerja di kantornya pada siang harinya, sorenya sebagai ojek online dan atau menjajakan properti di malam harinya melalui situs online shop. Teknologi juga menyebabkan batasan ruang lingkup kerja semakin samar dan pekerja-pekerja kontrak bebas tumbuh pesat, selain itu dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan semakin banyaknya pekerjaan-pekerjaan repetitif yang bisa digantikan mesin atau robot.
Dan Ketiga adalah tantangan transformasi masyarakat (society transformation). Dampaknya terhadap masyarakat, ketimpangan kompetensi dan pendapatan antara individu yang memiliki akses komputer dan internet akan semakin terasa di era Revolusi Industri 4.0 ini. Kondisi nyata jika implementasi Industri 4.0 mampu meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, dan perluasan pasar bagi industri nasional. Namun, peluang yang ditimbulkan era tersebut membutuhkan keselarasan antara perkembangan teknologi terkini dengan kompetensi SDM yang tinggi.
Pemerintah Indonesia pun telah melakukan berbagai langkah pengembangan, salah satunya adalah program peningkatan pelatihan dengan kebijakan “3R” (Revitalisasi, Reorientasi dan Rebranding) yang dilaksanakan di Balai Latihan Kerja. Pengutan kualitas dikembangkan melalui strategi Triple Skilling, yaitu Skilling, Upskilling dan Reskilling.
Pekerja yang tidak dilengkapi keterampilan dapat bergabung dengan program skilling sehinga pekerja akan belajar keterampilan khusus sektor tertentu. Sementara bagi pekerja yang sudah memiliki keterampilan dan perlu peningkatan keterampilan dapat mengikuti program up skilling, sedangkan bagi yang ingin beralih keterampilan bisa mengambil program re-skilling.
Hubungan Industrial 4.0
Konsep awal hubungan industrial yang memandang hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha sebagai unsur utamayang kemudian berkembang sejalan dengan adanya revolusi industri, di mana hubungan industrial yang didominasi dengan hubungan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha yang bersifat privat di antara keduanya menimbulkan banyak permasalahan dalam proses produksi.
Dalam perspektif pemberdayaan, momentum hari buruh internasional saat ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang konsolidasi dalam rangka dialog guna menyampaikan aspirasi dengan fokus membentuk daya saing guna mengejar pertumbuhan ekonomi dengan target 6%. Paradigma hubungan industrial antara dunia industri dalam hal ini pengusaha dan pekerja maupun Serikat Pekerja atau Serikat Buruh adalah bersama-sama menjalin kemitraan strategis untuk mendukung kepentingan nasional, yakni kesejahteraan bangsa yang akan diperoleh melalui pertumbuhan ekonomi.
Kini sudah saatnya merubah paradigma hubungan industrial agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan ekonomi khususnya di era revolusi industri 4.0, di mana Lembaga Kerja Sama tripartit merupakan wadah untuk mengkonsolidasi kepentingan masing-masing pihak ke dalam suatu agenda bersama dalam konteks kemitraan strategis dengan kepentingan perekonomian nasional.
Revolusi Industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihentikan, oleh karena itu perlu adanya regulasi untuk melindungi pekerja dari ancaman kehilangan pekerjaan. Pemerintah harus melakukan langkah-langkah untuk menghindari dampak terburuk bagi kaum buruh, apalagi ditengah bonus demografi yang dihadapi oleh indonesia di tahun 2035.
Tantangan revolusi industri menuntut para buruh, para tenaga kerja di era zaman now ini untuk meningkatkan kapasitas untuk dapat mengikuti perkembangan industri 4.0 yang sangat cepat. Peningkatan kapasitas tersebut dapat dilakukan lewat pelatihan, kursus dan juga sertifikasi. Para pelaku industri harus berperan serta dalam upaya ini karena peningkatan kapasitas pekerja akan memberikan dampak positif terhadap industri tersebut.
Revolusi Industri 4.0 jangan dijadikan momok yang menakutkan bagi para tenaga kerja di Indonesia, era ini seharusnya memicu kreativitas dan inovasi para tenaga kerja dengan meningkatkan kompetensi, keahlian dan kreativitas sejak dini dengan mengoptimalkan era digitalisasi dalam bekerja dan berkarya.
Para pengusaha pun diharapkan memberikan ruang dan kesempatan serta memberikan apresiasi yang layak bagi para tenaga kerjanya untuk berinovasi, meningkatkan kompetensi dalam beradaptasi dengan dinamika teknologi dan maraknya digitalisasi demi kemajuan perusahaan.