Penulis: Irfan Fahriza (Dosen Ma'soem University)
Apa yang terlintas di pikiran teman-teman jika mendengar kata self-image?
Teman-teman pernah menonton film blockbuster awal tahun 2000-an, Harry Potter?
Untuk teman-teman yang lahir antara tahun kisaran 80 dan 90-an tentu film Harry Potter sangat tidak asing ya.
Ingatkah kalian, di seri pertama Harry Potter and The Sorcerer’s Stone, dikenal juga dengan Harry Potter and The Philoshoper’s Stone, ada scene dimana Harry melihat orang tuanya yang sudah meninggal di cermin besar. Lalu dijelaskan oleh Dumbledore, kepala sekolah Hogwarts saat itu, bahwa cermin itu menunjukkan apa yang ingin kita lihat. Saat itu, tentu keinginan terbesar Harry adalah bersama orang tuanya.
Adegan tersebut menunjukkan bahwa apa yang ditunjukkan cermin itu merupakan gambaran keinginan kita. Kemudian ada scene yang sedikit mirip dengan scene di seri pertama film Harry Potter, yaitu scene di film Harry Potter seri ketiga yang berjudul Harry Potter and The Prisoner of Azkaban. Pada salah satu pelajaran yang bernama Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Pelajaran itu membahas teknik-teknik untuk mempertahankan diri dari makhluk-makhluk sihir yang berbahaya dan dari sihir hitam. Sama seperti di kehidupan manusia pada umumnya, di negeri sihir pun ternyata ada yang namanya ilmu hitam. Jangan terhanyut dulu, karena itu hanya sebuah fiksi ya.
Di pelajaran tersebut, masing-masing siswa diminta untuk melihat ke sebuah cermin besar, dan cermin tersebut menunjukkan wujud dari sesuatu yang kita takuti. Salah satu siswa sangat takut pada laba-laba, sehingga yang muncul di cermin adalah laba-laba yang ia takuti itu.
Begitulah potongan dari seri film Harry Potter, kalau teman-teman penasaran, bisa ditonton kembali filmnya. Apakah huhungan film tersebut dengan self-image?
Sebelumnya, jika di artikan ke dalam bahasa indonesia, self-image berarti gambaran diri. Menurut Atwater & Duffy (1999) self-image merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri dan merupakan salah satu komponen pembentuk konsep diri. Sementara itu, Mappiare (1982) mengatakan bahwa self-image merupakan cara individu memandang dirinya sendiri.
Larsen & Buss (2010) mengelompokkan self-image dalam tiga bagian, yaitu :
Pandangan terhadap diri yang berhubungan dengan status sosialnya. Misalkan, peran seseorang di kehidupan dan masyarakat, apakah ia mahasiswa, seorang ayah, atau seorang pimpinan perusahaan.
Pandangan terhadap diri berdasarkan kepribadian. Misalkan, seseorang yang pemalas, pemberani atau seseorang yang jujur. Pandangan terhadap diri berdasarkan karakteristik fisik. Misalnya, saya adalah orang yang gemuk, saya orang yang kekar atau saya orang berkulit hitam.
Dapat kita simpulkan bahwa self-image atau citra diri adalah pandangan diri kita secara keseluruhan. Adegan-adegan dari film Harry Potter hanyalah bagian dari pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, apakah ia orang yang rindu kasih sayang, atau orang yang penakut akan berbagai hal.
Bagaimana kita menilai diri kita sendiri akan mempengaruhi citra diri kita di mata orang lain. Orang lain akan bisa melihat dan menilai dari cara kita memperlakukan diri kita. Persepsi yang positif pada diri, akan membantu kita mewujudkan ideal-self atau diri yang kita inginkan. Tentu saja, ideal self yang sehat harus berbanding lurus dengan realita dan citra diri kita. Contohnya, seseorang yang bertubuh pendek ingin menjadi seorang pilot yang tinggi badan menjadi persyaratan utamanya. Itu menunjukkan bahwa ideal self dan self image nya tidak sejajar. Saat itulah akan muncul konflik. Pentingnya kita mengenal diri kita sendiri adalah agar kita mampu melihat dan mengenali apa pmyang baik bagi kehidupan kita dan apa yang harus dilakukan ketika mengahadapi masalah dengan apa yang sudah kita miliki dan apa yang masih bisa kita upayakan.
Citra diri akan mempengaruhi ideal self. Untuk itu perlunya melihat diri kita secara keseluruhan, menerima kekurangan dan kelebihan kita, akan membantu kita mewujudkan self ideal yang mampu diwujudkan. Jika kita memilih citra diri yang negatif, akankah kita mampu mewujudkan idela self kita? Tentu akan sulit. Jika kita memandang diri kita sebagai seorang yang penakut, sementara ideal self kita adalah seorang pemberani, akan ada konflik diantara dua hal tersebut jika kita tidak mau berusaha merubah citra diri kita sendiri. Untuk mewujudkan self ideal kita, kita perlu berusaha memiliki citra diri yang positif. Jika ketidakmampuan kita akan satu hal masih bisa dirubah, jangan ragu dan mudah menyerah untuk merubahnya. Karena bisa jadi apa yang bisa kita upayakan saat ini akan menjadi hal yang tidak mungkin di masa depan.