Pernahkah kalian bertemu dengan orang yang sering mengeluh, merasa hidupnya menderita dan sering merasa jadi korban sedangkan kita tahu kronologis cerita aslinya adalah sebaliknya? Jika iya, bisa jadi orang tersebut mengalami gangguan yang disebut victim mentality atau yang lebih populer dengan istilah “Playing victim”. Playing victim adalah ketika seseorang melemparkan kesalahan ke orang lain padahal kesalahan tersebut adalah perbuatannya sendiri.
Pelaku playing victim adalah mereka yang biasanya menghindari tanggung jawab karena sudah melakukan kesalahan. Bahkan pelakunya bisa memposisikan dirinya sebagai korban karena tidak mendapatkan keadilan. Dengan kata lain playing victim adalah kondisi yang dilakukan seseorang yang berbuat kesalahan dan untuk menghindari kesalahan, ia melimpahkan kesalahannya tersebut kepada orang lain dan memposisikan dirinya sebagai korban.
Lantas bagaimana kita bisa membedakan seseorang yang mengalami playing victim atau gangguan victim mentality dengan seseorang yang memang sedang dilanda musibah? Ada beberapa ciri khas yang bisa kita amati untuk bisa membedakan 2 hal tersebut. Adapun beberapa kecenderungan perilaku yang bisa kita lihat sebagai ciri ciri orang yang mengalami playing victim adalah :
Namun masih banyak lagi perilaku yang menunjukkan kecenderungan gangguan mental victim mentality selain contoh playing victim yang disebutkan di atas. Dalam beberapa kondisi kita bisa saja merasa kesal dan jengkel saat bertemu dengan orang-orang yang playing victim. Namun kita harus bisa menyikapinya dengan dewasa agar tidak mudah terpancing dengan trik-trik yang dilakukan oleh orang tersebut. Terdapat beberapa cara menghadapi orang playing victim yang bisa kita lakukan seperti:
Untuk beberapa kasus seseorang yang victim mentality sebenarnya membutuhkan pertolongan dan bantuan profesional seperti psikolog dan konselor. Untuk bisa melakukan sesi konseling kepada mereka yang playing victim tentu harus memiliki bekal ilmu dan pengalaman praktik yang cukup. Universitas Masoem merupakan kampus swasta di Bandung yang menjadi pelopor dalam membuka prodi bimbingan konseling atau lebih populer dengan sebutan prodi BK. Dengan fasilitas sangat lengkap namun tetap dengan kondisi terjangkau, para mahasiswa tidak hanya diberikan teori mengenai teknik konseling, namun juga mendapatkan pengalaman praktik sesuai dengan kompetensi terapist profesional.