Salah satu masalah klasik dan tidak bisa dipungkiri akan kebutuhan dana sebagai modal usaha, permodalan tersebut merupakan suatu sumber daya yang krusial bagi perusahaan. Bagi para entrepreneur atau para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ketersediaan dana tersebut merupakan pendukung penting dalam operasional sehari-hari maupun memenuhi kebutuhan investasi yang bersifat jangka panjang.
Dalam beberapa riset terdahulu menyatakan bahwa masalah keterbatasan dana akan berdampak negative terhadap tumbuh kembangnya suatu usaha. Sebaliknya, kecukupan permodalan akan memperkuat inovasi dan proses bisnis suatu usaha.
Menurut Rita, Wahyudi, and Muharam (2017), modal dipandang oleh pengusaha UKM sebagai suatu anteseden untuk memulai bisnis. Dana dianggap sebagai sumber daya yang mutlak harus tersedia untuk memulai suatu usaha, tanpa ada dana maka tidak akan muncul peluang usaha.
Akan tetapi kebutuhan pendanaan bagi setiap usaha atau perusahaan pasti berbeda-beda, apalagi jika keputusan pendanaan ini dilihat dari siklus hidup usaha (business life cycle) tentunya akan memiliki variasi antar perusahaan.
Mengutip dan menyarikan literatur “Entrepreneurial Finance” Leach (2018), dijelaskan bahwa usaha bisnis (business life cycle) memiliki siklus yang menggambarkan perjalanan hidup usaha tersebut. Setiap siklus hidup usaha bisnis berfokus pada pertumbuhan pendapatan dan pembiayaan, kemudian siklus hidup usaha bisnis berusaha memformulasikan strategi tentang peningkatan pendapatan dan penentuan sumber pembiayaan di tiap fase hidup usaha tersebut.
Terdapat lima tahapan siklus hidup usaha bisnis dengan pembiayaannya, yaitu:
1. Development stage merupakan tahap di mana wirausahawan mulai mengubah ide bisnis menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Fokus kegiatan di tahap ini adalah mengembangkan peluang bisnis. Meskipun masih berorientasi pada pengembangan peluang bisnis, namun pada tahap ini tetap memerlukan aktivitas pembiayaan. Pada fase ini belum ada pendapatan atau arus kas masuk yang dihasilkan. Sumber pembiayaan yang umumnya digunakan adalah aset pribadi yang dimiliki oleh wirausahawan atau pinjaman dana dari keluarga dan teman.
2. Start-up stage merupakan tahap di mana usaha bisnis rintisan mulai terorganisasi dengan baik, mulai dikembangkan dengan baik, dan mulai ada pendapatan awal yang dihasilkan. Pendapatan mulai dihasilkan ketika usaha bisnis siap beroperasi untuk menjual produknya. Fokus kegiatan di tahap ini adalah mengumpulkan sumber daya; karena kegiatan operasional sudah siap dijalankan dan transaksi bisnis sudah mulai dilakukan. Sumber pembiayaan yang dapat digunakan di tahap ini adalah dari business angels dan perusahaan modal ventura. Wirausahawan sebaiknya mencari informasi mengenai kelebihan dan kekurangan menggunakan business angels dan perusahaan modal ventura sebagai sumber pembiayaan; meskipun tidak menutup kemungkinan kedua sumber pembiayaan tersebut dapat digunakan sekaligus.
3. Survival stage merupakan tahap di mana pendapatan mulai bertumbuh tetapi belum mampu menutupi semua biaya operasional. Fokus kegiatan di tahap ini adalah mengelola kegiatan operasional. Pendapatan dari kegiatan operasional sudah mulai bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan. Selain itu, tahap ini masih bisa menggunakan perusahaan modal ventura sebagai sumber pembiayaannya dan beberapa alternatif lain seperti suplier dan konsumen, bantuan hibah dari pemerintah, atau pinjaman bank.
4. Rapid-growth stage merupakan tahap di mana pendapatan dan arus kas mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi. Sumber pembiayaan yang digunakan masih sama dengan survival stage, namun di tahap ini usaha bisnis dapat menggunakan bank investasi sebagai alternatif pembiayaan. Strategi yang paling baik adalah usaha bisnis berupaya memperpanjang durasinya di tahap ini.
5. Maturity stage merupakan fase akhir di mana pertumbuhan pendapatan dan arus kas mulai melambat. Usaha bisnis masih bisa menggunakan sumber pembiayaan seperti pada rapid-growth stage.
Alhasil, walaupun berada dalam industri dan siklus usaha yang sama akan tetapi tidak ada pola pendanaan seragam yang diterapkan oleh masing-masing UMKM atau para entrepreneur. Sehingga, kebutuhan modal disesuaikan dengan kebutuhan usaha dan situasi kewirausahaan yang dihadapi.
Selanjutnya, pola pendanaan dari pelaku UMKM atau entrepreneur pun mengalami perubahan di sepanjang siklus hidupnya. Hal ini yang menyebabkan jika para pelaku UMKM atau entrepreneur harus melakukan penyesuaian atau adaptasi keputusan pendanaannya seiring perubahan siklus bisnisnya agar dapat tetap bertahan.