Sebelum menguraikan pilihan-pilihan strategi, perlu dijelaskan pengertian dan konsep tentang strategi. Sangat banyak dan beragam konsep mengenai strategi bahkan ada kalanya terjadi keracunan antara strategi dengan kebijakan. Menurut Lunning et al (2002), proses manajemen strategi berkaitan dengan penerapan misi dan tujuan jangka panjang suatu perusahaan serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, kebijakan adalah persyaratan (kondisi) yang menuntun para manajer dalam mengambil keputusan. Kebijakan memastikan bahwa suatu keputusan diambil dalam batas-batas tertentu (persyaratan) yang telah ditentukan sebelumnya.
Kebijakan pada umumnya tidak membutuhkan tindakan, tetapi dimaksudkan untuk menuntun manajer dalam pengambilan keputusan. Intisari kebijakan adalah visi, sedangkan strategi berorentasi kepada arah agar manusia dan sumber daya fisik dapat diaplikasikan untuk mencapai tujuan jangka Panjang (Weihtrich dan Koontz, 1993). Hampir sama dengan definisi tersebut, Chandler (1962) menyatakan bahwa jangka panjang organisasi serta penggunaan dan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengertian yang lebih ekstrim disampaikan oleh Hamel (1996) di dalam Brown (1997), yang mengatakan bahwa strategi adalah “revolusi”. Diperlukan pejuang-pejuang revolusioner untuk menyusun strategi. Hamel mengidentifikasi ada 10 prinsip yang dapat membantu perusahaan membangun jiwa revolusioner, antara lain: model perencanaan strategis sudah tidak strategis lagi, pembuatan perencanaan strategis harus bersifat “subversive”, kemandegan strategi berada pada manajemen puncak (dikenal istilah “leher botol ada di puncak botol”), pembuatan strategi harus demokratis dan setiap orang dapat menjadi aktivis strategi. Pada umumnya strategi-strategi pengembangan bisnis bisa dipertimbangkan dalam beberapa alternatif diantaranya:
Idealnya, strategi harus bersifat unik, sulit ditiru dan bertahan dalam waktu yang lama. Kondisi ini dapat dicapai jika perusahaan dapat mengembangkan kompetensi inti secara terus menerus atau memiliki mutu sumber daya manusia yang tinggi. Porter (1996) dalam tulisannya pada Harvard Business Review yang berjudul: What is strategy?, menjelaskan bahwa efektivitas operasional melalui program-program seperti TQM, bench marking, time-based competion, out sourcing, partnering, chase management dan lain tidak dapat disebut sebagai strategi.
Hal ini disebabkan karena meskipun program-program tersebut berhasil melakukan perbaikan operasional secara dramatis tetapi tidak mampu mempertahankan tingkat kemampuan laba secara berkesinambungan. Disamping itu semua program-program “efektivitas operasional” tersebut mudah ditiru dan diadopsi perusahaan lain.
Agar menjadi unik dan sulit ditiru perusahaan harus dapat menciptakan nilai mutu atau kedua-duanya. Keberhasilan keunggulan suatu strategi memerlukan pemeliharaan aktivitas-aktivitas dan hubungan antar aktivitas harus disusun agar mencapai kinerja terbaik. Disini berperan “efektivitas operasional”
Sebagai contoh, Southovest Airlines Company, suatu perusahaan yang sering dibahas dalam berbagai buku manajemen jarak pendek dengan biaya rendah kepada konsumen yang peka terhadap harga (price sensitive). Perusahaan ini punya moto memikat: “kecepatan pesawat dengan harga mobil, kapanpun anda menggunakannya”. Untuk dapat menurunkan biaya, perusahaan ini melakukan berbagai aktivitas yang menyesuaikan seperti:
Dalam manajemen strategi, para pemangku jabatan harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan langkah yang bisa diambil untuk mencapai tujuannya. Adapun beberapa pertanyaan mendasar yang biasanya harus dipertimbangkan oleh top manajemen (Johson dan Scholes, 1997; Bobby dan Paton, 1998):