Seseorang yang memasuki usia remaja akhir (17 atau 18 tahun) biasanya masih memiliki semangat dan energi yang besar. Hal tersebut bisa dikarenakan setelah lulus dari SMA, para remaja merasa lebih “bebas” untuk menentukan pilihan hidup dan kegiatan yang ia sukai, termasuk jurusan kuliah. Di awal-awal tahun memasuki kuliah, para mahasiswa tidak boleh terlena dengan hal-hal baru yang membuat rasa ingin tahu dan semangatnya meningkat, tapi juga harus mampu beradaptasi dengan tuntutan dunia perkuliahan.
Kehidupan perkuliahan bagi mahasiswa terkadang dirasa penuh dengan tekanan karena tugas menumpuk yang deadline serta tanggung jawab akademik yang besar. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan mengelola stres yang baik sehingga dapat membantu mahasiswa untuk tetap seimbang dan efektif dalam menjalani perjalanan pendidikan mereka.
Stress dapat diartikan sebagai “Ketidak nyamanan diri (perasaan dan pikiran) sebagai respon (reaksi) fisik atau psikis terhadap tekanan atau tuntutan yang dihadapi”. Pengertian lain, stress adalah satu persepsi (cara pandang) dari ancaman atau bayangan akan adanya kecemasan, ketegangan, ketidaksenangan yang menggerakan atau membuat aktif organisme.
Stress yang dialami seseorang dapat dilihat dari gejala atau tanda-tandanya, seperti : sakit kepala, maag, sulit tidur, sulit berkonsentrasi belajar, sikap apatis, hilang rasa humor, malas belajar atau bekerja, gelisah, bingung, dan sering marah-marah. Khusus untuk wanita yang sudah menstruasi, stress juga dapat menyebabkan telat haid atau disebut amenore sekunder. adapun ciri-ciri telat haid karena stress seperti perubahan siklus menstruasi, penurunan volume haid, nyeri perut bagian bawah atau justru gejala premenstruasi yang tidak terasa sakit dibandingkan biasanya.
Ada beberapa kiat-kiat yang bisa kita coba untuk mengatasi stress yang sebenarnya ada dalam diri kita sendiri, diantaranya:
Beberapa ahli menyarankan untuk menggunakan suatu Teknik untuk menghilangkan stress sederhana, seperti dengan menyetel musik keras-keras, berteriak sekencang-kencangnya atau dengan memukul-mukul tembok, dan relaksasi (meditasi). Meskipun penderita stress menjadi lebih tenang, tetapi dampak ketengan itu pada umumnya tidak bertahan lama. Begitu Teknik tersebut dilepas maka penderita kembali mengalami stress.
Untuk mencegah terjadinya stress yang menyebabkan depresi (seperti selalu gelisah, merasa tak berdaya, kehilangan semangat hidup, atau selalu marah-marah), maka ada baiknya untuk mencoba cara menghilangkan stress dengan merubah pola hidup yang teratur dan sehat, seperti :
Dengan mengadopsi strategi pengelolaan stress yang tepat, bukan hanya penting untuk performa akademik yang baik, tetapi juga untuk kesejahteraan dan perkembangan pribadi mahasiswa. Untuk beberapa kasus, seseorang membutuhkan bantuan ekstra seperti konseling dengan psikolog ataupun konselor dari jurusan bimbingan konseling.