Penulis: Ananda Rachmaniar
Isu gender dikaitkan dengan kodrat merupakan suatu kaidah yang dapat meneruskan tugas yang diberikan oleh Tuhan. Perbedaan peran tersebut tidak dapat diubah maupun ditukarkan sepanjang masa. Di masyarakat manapun, perbedaan peran ini tetap demikian. Karena itu jenis kelamin merupakan kodrat, artinya sesuatu yang diberikan kepada manusia tanpa manusia bisa mengelaknya.
Gender sebagai suatu kegiatan yang menyetarakan antara hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi masing-masing wilayah (gender kedaerahan). Kesetaraan gender dinyatakan dengan kesempatan dan hasil untuk perempuan dan laki-laki, termasuk penghapusan diskriminasi dan ketidaksetaraan struktural dalam mengakses sumber daya, kesempatan, dan jasa-jasa.
Hal ini mengimplikasikan persamaan hak, karena kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah bagian yang menyeluruh dari hak asasi manusia. Kesetaraan tidak berarti bahwa perempuan harus sama dengan laki-laki (Cida’s, 1999:2). Dengan demikian, gender merupakan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang diatur oleh manusia (masyarakat) sehingga gender berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, bahkan di dalam suatu masyarakat pun terus mengalami perubahan.
Di zaman modern, pendangan terhadap kedudukan perempuan sudah mengalami banyak pergeseran. Tuntutan persamaan hak (emansipasi) dari waktu ke waktu semakin gencar. Namun, konsep emansipasi itu justru semakin tidak jelas. Emansipasi seharusnya membebaskan wanita dari perbudakan, namun ternyata justru menjerumuskannya pada perbudakan baru. Pada masyarakat kapitalis, wanita telah menjadi komoditas yang dapat diperjual-belikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang.