Ketika dunia berubah menjadi banyak perkotaan, permintaan pangan akan muncul terutama dari orang-orang yang tinggal di kota, sementara petani pedesaan akan lebih sedikit memproduksi makanan di lahan yang lebih sempit dengan lebih sedikit air. Selain itu, lokasi kemiskinan cenderung bergeser dari pedesaan ke perkotaan. Wilayah perkotaan dan pinggiran kota harus memainkan peran yang lebih besar dalam ketahanan pangan. Tetapi untuk mencapai hal ini diperlukan pendorong yang mendukung seperti kehadiran teknologi pertanian baru, pemikiran dan kebijakan baru oleh pembuat kebijakan, politisi dan konsumen yang bersedia menerima jenis pangan baru dan cara produksi pangan yang tidak konvensional.
Dengan permintaan pangan global yang diperkirakan meningkat setidaknya 50% pada tahun 2050, perlu ditanyakan apa dan di mana lagi area yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sejumlah besar pangan yang dibutuhkan.
Tanggung jawab pedesaan tradisional
Secara tradisional, praktik pertanian telah dianggap sebagai fenomena pedesaan. Namun, dengan semakin banyaknya orang yang tinggal di perkotaan, kerawanan pangan telah menjadi fenomena perkotaan. Pusat kota harus berjuang untuk menjadi produsen makanan. Pertanian perkotaan dapat membantu kota mencapai swasembada tingkat tinggi setidaknya dalam beberapa produk makanan utama yang dikonsumsi penduduknya.
Pertanian perkotaan saat ini diperkirakan menyumbang 5%–20% dari kebutuhan pangan dunia. Ciri yang paling mencolok yang membedakannya dari pertanian pedesaan adalah kawasannya terintegrasi ke dalam sistem ekonomi dan ekologi perkotaan. Pertanian perkotaan berinteraksi dengan ekosistem perkotaan dan sumber dayanya. Keterkaitan tersebut termasuk penggunaan penduduk perkotaan sebagai buruh dan penggunaan sumber daya khas perkotaan (seperti sampah organik sebagai kompos dan air limbah perkotaan untuk irigasi), hubungan langsung dengan konsumen perkotaan, dampak langsung pada ekologi perkotaan (positif dan negatif), persaingan untuk mendapatkan lahan dengan fungsi perkotaan lainnya, dipengaruhi oleh kebijakan dan rencana perkotaan, dll.
Pertanian perkotaan di negara-negara maju telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir berkat promosi konsep 'kota taman', perluasan kebun masyarakat, penanaman di atap, dan promosi kelestarian lingkungan. Kontaminasi dari polutan udara partikulat sejauh ini belum menjadi masalah di kota-kota terkait. Di kota-kota modern seperti New York dan Singapura, pertanian perkotaan dipandang sebagai penerapan teknologi tinggi yang didukung oleh ilmu pengetahuan yang ketat untuk menciptakan pasokan pangan dan lapangan kerja baru. Pertanian perkotaan di negara berkembang kurang menonjol tetapi memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Keberhasilan pertanian perkotaan di kota-kota seperti Hanoi, Shanghai, Beijing, Mexico City dan Dakar telah menunjukkan bagaimana pertanian perkotaan dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, perbaikan gizi, peningkatan pendapatan, perlindungan lingkungan dan peningkatan kesadaran akan pentingnya pertanian melalui pendidikan agro setempat.
Pendekatan dan teknologi baru yang menarik
Pertanian di abad ke-21 sangat dipengaruhi oleh alat-alat ilmiah baru (penanda molekuler, penyuntingan gen, dll.) dan teknologi baru (digital, mekanik, biologis) yang telah menghasilkan serangkaian hasil teknologi yang kuat dengan aplikasi di situasi pedesaan dan perkotaan.
Teknologi ini telah digunakan secara terpisah atau dikombinasikan untuk bertani di ruang terbuka, tempat yang teduh, dan lingkungan yang sepenuhnya terkontrol. Sensor lingkungan untuk suhu dan kelembapan telah digunakan oleh petani perkotaan di ladang terbuka atau pertanian teduh selama bertahun-tahun, sering kali disertai dengan software komputer yang melakukan analisis dan memberi saran.